Selasa, 09 September 2008

Suka Duka Tingkatkan Gizi Anak Sekolah

oleh: Siswono
Suka Duka Tingkatkan Gizi Anak Sekolah
Gizi.net - CACINGAN dan anemia kurang gizi adalah masalah kesehatan yang sudah setua usia Republik ini. Pelbagai upaya memang telah dilakukan pemerintah untuk mengatasinya. Akan tetapi, jangankan di daerah, di DKI Jakarta yang menjadi pusat pemerintahan Republik ini saja masih banyak anak sekolah menderita cacingan dan kurang gizi.

Untung ada Yayasan Kusuma Buana (YKB) yang menaruh perhatian terhadap masalah lama tersebut, yang jauh dan hiruk pikuk pemberitaan media massa dan perhatian masyarakat.

Sejak tahun 1987, YKB merintis upaya pemberantasan cacingan berbasis sekolah dasar. Bermula dan belasan sekolah dasar, kini upaya itu mencakup tak kurang dari 600 sekolah dasar di Jakarta. Berbeda dengan pemerintah yang menerapkan strategi blanket untuk memberantas cacingan yaitu memberi obat cacing kepada semua anak sekolah, YKB melakukan pemeriksaan laboratorium dulu untuk menentukan status cacingan. Hanya anak yang cacingan yang diberi obat cacing. Selain itu, para guru, orangtua, dan murid di-beri penyuluhan mengenai sanitasi dan higiene. Cara ini dianggap lebih efektif untuk memberantas cacingan.

Upaya tersebut dilakukan secara swadaya. Hanya dengan membayar Rp 1.000, setiap murid akan diperiksa tinjanya dua kali setahun untuk mengetahui cacingan atau tidak.
Upaya ini berhasil menekan prevalensi cacingan dari 78,6 persen menjadi di bawah 10 persen.

“MASALAHNYA, turunnya prevalensi cacingan tidak secara otomatis meningkatkan status gizi dan kesehatan anak,” tutur Direktur Pelayanan Kesehatan YKB dr Adi Sasongko MA.

Untuk itu, YKB, dengan hibah dan Ajinomoto Inc (Tokyo), melaksanakan kegiatan peningkatan status gizi anak sekolah pasca pemberantasan cacingan.

Tahun 2000/2001 dilaksanakan di 10 sekolah dasar negeri, terutama di wilayah yang tingkat ekonominya rendah. Hasilnya, prevalensi anemia berhasil diturunkan dari 35,1 persen menjadi 4,4 persen. Melihat hasilnya, animo sekolah di sekitar sekolah dasar yang dibina YKB meningkat. Alhasil, pada tahun 2001/2002 jumlah yang dibina menjadi 13 sekolah dasar Sepuluh sekolah dasar yang dibina pada periode pertama tetap dipantau.

Kegiatan yang dilakukan berupa pemeriksaan anemia (cyanmet haemoglobine) pada awal dan akhir periode untuk seluruh siswa, pemeriksaan status gizi, serta wawancara kebiasaan sarapan dan Jajan pada sejumlah siswa kelas Ill sampai kelas V. Para murid yang terbukti menderita anemia diberi tablet besi dua kali per minggu selama 12 minggu.

Selanjutnya, guru, orangtua, dan murid diberi penyuluhan untuk memberi kesadaran pentingnya gizi. Juga dilakukan pemasangan spanduk, poster leaflet, dan pembagian stiker di sekolah.

Untuk memberi contoh menu makan yang baik, diorganisasikan kegiatan rnakan bersama secara swadaya. Seminggu sekali atau dua kali para murid diminta membawa bekal makan siang yang menunya di tentukan untuk memenuhi kebutuhan gizi.

Kualitas makanan dan minuman jajanan yang dijual sekolah diperiksa, bekerja sama dengan Laboratorium institut Pertanian Bogor. Selajutnya dilakukan pemeriksaan kesehatan pengelola warung, pelatihan pengolahan dan penyediaan jajanan bergizi, serta Lomba warung Sekolah.

Hasil kegiatan periode kedua makin baik. Prevalensi anemia diturunkan dari 49,5 pe rsen menjadi 6,3 persen.

MASYARAKAT dan sekolah berharap kegiatan ini berlangsung terus. Hal ini mereka ungkapkan dalam seminar Rabu (21/8). Yang jadi masalah seperti dikemukakan Adi, adalah keterbatasan dana. Hibah Ajinomoto sebesar Rp 180 untuk tiga tahun, atau Rp 60 juta untuk membina 10 sekolah dasar per tahun.

“Untuk tahun 2001/2002 karena jumlah sekolah menjadi 13, hanya delapan sekolah yang mendapatkan kegiatan secara gratis. Lima sekolah lain harus membayar iuran Rp 2.500 per siswa,” papar Adi.

Biayanya memang tidak besar jika dibandingkan hasilnya. Pemberantasan anemia berarti pula meningkatkan kecerdasan siswa serta menghindarkan mereka dari kerentanan terhadap penyakit serta serta gangguan jantung.
Namun tetap harus ada sumber dana.

Dari pemerintah, dana sulit diharapkan. Oleh karena itu, selain melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar memberi perhatian mengenai masalah gizi anak sekolah, YKB juga akan melakukan advokasi ke dunia usaha untuk membantu upaya peningkatan sumber daya manusia ini.
(ATK)

Sumber: Kompas, Kamis 22 Agustus 2002

Tidak ada komentar: