Senin, 08 September 2008

CACINGAN

CACINGAN? HIIII...!

J angan anggap sepele penyakit kecacingan. Pada kondisi yang berat kecacingan bisa menimbulkan berbagai gangguan yang sulit disembuhkan.

Penyakit kecacingan atau cacingan - kita menyebutnya - sering dijadikan bahan guyonan, terutama di kalangan masyarakat kota. Mungkin karena pada anak, kecacingan identik dengan tubuh kurus, fisik sulit berkembang, dan perut membuncit. Sudah begitu, cacing dianggap parasit yang tidak elite. Meskipun benar bahwa penderita kecacingan memiliki ciri fisik demikian, sebenarnya banyak lagi gangguan lain yang ditimbulkan. Hanya saja karena berada dalam tubuh, kita jadi sulit melihatnya secara kasat mata.

Berhubung cacing merupakan hewan yang mengambil makanan dari tumpangannya, menurut dr. Hingky Hindra Irawan Satari, Sp.A., seharusnya ia tidak boleh tinggal dalam tubuh manusia. Cacing paling senang menumpangi usus yang berisi banyak sari-sari makanan. Mereka masuk ke dalam tubuh sewaktu menjadi larva yang tidak bisa dilihat oleh mata telanjang. Oleh karena itu, keberadaan cacing sering tidak terduga.

Penyakit endemis dan kronis ini pada kondisi tertentu akan meningkat tajam. Biasanya saat musim hujan yang mendatangkan banjir, dimana parit, sungai, dan kakus meluber. Di waktu-waktu tersebut larva cacing menyebar ke berbagai sudut yang sangat mungkin bersentuhan dan masuk ke dalam tubuh manusia. Larva cacing yang masuk ke dalam tubuh perlu waktu 1-3 minggu untuk berkembang. Jadi, sebaiknya kita bersikap waspada terutama menjelang musim penghujan ini.

Namun begitu, perlu waktu untuk melihat gejalanya. Menurut dokter spesialis anak dari RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo ini, mungkin saja saat banjir sudah reda, penyakit kecacingannya baru nampak. Di hari-hari berikutnya, mereka akan berkembang biak dalam tubuh. Sekali bertelur bisa mencapai ribuan.

Kedengarannya memang menyeramkan, tapi sebenarnya kecacingan tidak mematikan. Gangguan yang ditimbulkan lebih kepada penurunan kesehatan tubuh. Anak yang menderita kecacingan kondisi gizinya akan menurun, sehingga kondisi kesehatannya tidak sebaik anak normal.

Bila masih dalam taraf ringan, biasanya gejala kecacingan tidak tampak. Yang terlihat hanya keterhambatan pertumbuhan fisik karena gizi yang masuk selalu diisap lebih dulu oleh parasitnya. Bila kondisi ini didiamkan, sangat mungkin cacing akan berkembang biak dengan cepat.

Jumlah cacing yang semakin banyak akan membuat anak semakin kekurangan gizi. Gejala yang terlihat adalah kulit pucat karena kekurangan darah, tubuh makin kurus, muncul alergi dengan gejala sering memuntahkan kembali makanannya akibat kapasitas usus berkurang, dan perut membuncit karena kekurangan protein. Salah satu fungsi protein dalam tubuh adalah menahan dinding pembuluh darah. Jika persediaannya menurun, maka cairan di pembuluh darah dapat menembus keluar yang kemudian menyebabkan perut buncit.

Pada kondisi yang sangat berat, kecacingan bisa menimbulkan radang paru yang ditandai dengan batuk dan sesak, sumbatan di usus yang menimbulkan kolik, penyakit gangguan hati, kaki gajah, dan dapat juga menimbulkan kelainan mekanik seperti ileus (penyumbatan usus total) karena cacing yang bergulung-gulung berbentuk bola dan perforasi (melubangi usus). "Meskipun jarang, kasus ini masih ditemukan, terutama di daerah-daerah yang kondisi kebersihan lingkungannya sangat parah," ungkap Hingky.

Di situasi seperti ini, seringkali obat kecacingan biasa tidak cukup ampuh. Dibutuhkan tindakan lain, semacam operasi atau terapi tambahan obat lain untuk mendukung pengeluaran cacing tersebut.

MULUT DAN PORI-PORI

Menurut Hingky, cacing masuk ke dalam tubuh melalui dua jalan. Pertama lewat mulut, yaitu ketika anak makan makanan yang tidak higienis, seperti tidak dicuci bersih atau dimasak dan banyak dihinggapi lalat yang membawa larva cacing. Larva tersebut selanjutnya akan masuk ke saluran pencernaan. Di sana, larva pecah dan berkembang biak. Biasanya, sasaran cacing adalah tempat yang banyak menyimpan sari-sari makanan, seperti usus.

Kedua, cacing masuk lewat pori-pori. Bila anak tidak memakai alas kaki saat berjalan di tanah dan bersentuhan dengan larva cacing, sangat mungkin larva itu masuk ke dalam tubuhnya lewat pori-pori. Selanjutnya, larva akan masuk ke pembuluh darah dan sampai di tempat yang memungkinkannya berkembang biak: bisa di usus, paru-paru, hati, atau di bagian tubuh lain.

ENAM BULAN SEKALI

Memang untuk mengobati kecacingan, kita bisa langsung memberikan obat cacing kepada anak. Sekali minum, cacing biasanya bisa segera dikeluarkan bersama feses. Namun, sebaiknya sebelum memberikan obat apa pun kepada anak, konsultasikan dulu pada dokter untuk mencari jenis obat yang cocok. Masalahnya, tidak semua anak bisa menerima semua merek obat cacing. Bila tidak cocok, biasanya cacing sulit keluar sehingga perlu penanganan dokter.

Untuk menghindari serangan cacing berikutnya, biasanya dokter menganjurkan anak untuk mengonsumsi obat cacing setiap 6 bulan sekali. Jangka waktu pemberian ini bertujuan memotong siklus kehidupan cacing tersebut saat ia mulai tumbuh dewasa. Namun idealnya, menurut Hingky, sebelum dokter memberikan obat cacing kepada anak, periksakan dahulu fesesnya di laboratorium agar ketahuan apakah mengandung cacing atau tidak. "Bila ditemukan, segera berikan obatnya. Namun bila tidak, untuk saat itu obat cacing tidak diperlukan," tandas Hingky.

Sebenarnya, pemberian obat cacing tidak harus selalu 6 bulan sekali. Bila ada indikasi, misalnya 3 bulan setelah minum obat cacing ternyata anak menampakkan gejala kecacingan, boleh-boleh saja kita memberinya lagi tanpa harus menunggu sampai 6 bulan. Jika setelah diberi obat dan fesesnya diperiksa ternyata cacing masih ada, maka pemberiannya harus dilanjutkan. Bila tidak ampuh juga, biasanya dokter akan meresepkan obat merek lain. "Bahkan mungkin harus dilakukan tindakan operatif," papar Hingky.

Jadi, memang jangan anggap enteng kecacingan, ya, Bu-Pak.

RAGAM JENIS CACING

Setiap jenis cacing memiliki ciri khas. Ada yang senang di dalam usus besar, di usus halus, maupun di usus buntu. Bentuknya pun ada yang besar dan kecil. Hingky mengklasifikasikan cacing yang biasa menggerogoti tubuh manusia ini menjadi 5 jenis:

1. Cacing Gelang

Cacing jenis ini banyak ditemukan di daerah tropis dengan kelembapan tinggi, termasuk Indonesia. Jika sudah dewasa panjangnya bisa mencapai 10-30 cm. Biasanya hidup di usus halus. Bila dilihat secara langsung, warnanya kuning kecokelatan dan bergaris-garis halus.

Cacing ini hidup hanya dalam tubuh manusia. Penularannya diawali dari feses yang keluar dari anak penderita. Di tanah, dia akan tumbuh dan berkembang selama 3 minggu intuk menjadi larva yang infektif. Bila larva ini termakan manusia, maka akan pecah di usus. Kemudian masuk ke pembuluh darah balik (vena) menuju jantung, dilanjutkan ke paru-paru. Selanjutnya, dari paru-paru larva menuju tenggorokan, lalu ke lambung, berakhir di usus halus. Di usus halus ini, larva akan berganti kulit, kemudian menjadi dewasa. Setelah 2 bulan menginfeksi, cacing betina akan bertelur sekitar 20.000 butir per hari.

2. Cacing Cambuk

Sama halnya dengan cacing gelang, cacing cambuk juga banyak ditemukan di daerah tropis, seperti di Indonesia. Bedanya, bila cacing gelang senang tinggal di usus halus, maka cacing gelang betah tinggal di usus besar dan terkadang di usus buntu.

Di usia 1 bulan, cacing betina akan bertelur 3.000-10.000 butir per hari. Telur-telur ini tidak selamanya berkembang biak dalam usus, karena kemungkinan terbawa keluar bersama feses. Setelah 3-4 minggu berada di tanah, dia akan menjadi larva. Jika termakan, larva ini akan pecah di usus halus dan keluar menuju usus besar sampai menjadi dewasa. Untuk mencari makanan cacing dewasa membenamkan kepalanya di dinding usus besar.

Gejala yang timbul bisa berupa penyakit usus buntu bila ada cacing di bagian itu, nyeri perut, diare dengan mukus (lendir kental dan (licin), kotoran disertai sedikit darah, penurunan berat badan, terjadi prolaps rektum (penonjolan di daerah anus), dan lainnya.

3. Cacing Tambang

Perkembangbiakannya tidak hanya di daerah tropis, tapi menyebar ke seluruh dunia. Meskipun ukurannya hanya sekitar 1 cm, tapi dia bisa menghabiskan 0,03 cc darah per hari. Larva cacing ini masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang utuh, terutama di sela jari kaki. Biasanya terjadi saat anak bermain di tanah tanpa alas kaki atau melalui tangan ketika dia memegang benda-benda yang mengandung larva. Dari pori-pori, larva cacing ini masuk ke aliran darah, lalu ke jantung, paru-paru, dilanjutkan melalui tenggorokan sampai ke usus. Umumnya cacing ini akan tinggal di usus halus dan menjadi dewasa.

Seperti lazimnya cacing jenis lain, betinanya akan bertelur dan telurnya akan keluar lagi bersama tinja. Di tanah, telur akan menetas dalam 2 hari dan dalam 3-5 hari menjadi larva yang bersifat infektif. Karena sering mengisap darah, gejala yang timbul bisa berupa anemia dan kekurangan zat besi. Namun, gejala ini biasanya baru timbul bila sudah terjadi infeksi berat dan berlangsung cukup lama

4. Cacing Kremi

Cacing kremi identik dengan kremian atau gatal di daerah anus. Gatal-gatal sebetulnya timbul karena saat itu cacing kremi betina yang sudah dewasa bermigrasi ke daerah sekitar anus untuk bertelur. Telur-telur inilah yang menimbulkan rasa gatal. Bila digaruk, telur akan pecah dan larva masuk ke anus. Bila setelah menggaruk kemudian anak memasukkan tangannya ke mulut, maka telur yang ada di kuku akan tertelan. Selain itu, infeksi bisa terjadi melalui makanan atau debu yang mengandung larva. Meskipun tidak terlalu berbahaya dibandingkan cacing jenis lain, terkadang kremian bisa membuat anak rewel, sukar tidur, malas makan, dan akhirnya kurus.

5. Cacing Pita

Penularan cacing pita agak berbeda dari yang lain karena biasanya dia hidup di tubuh sapi atau babi. Orang yang sering mengonsumsi daging sapi atau babi yang masih mentah atau dimasak kurang matang sangat mungkin terinfeksi cacing pita. Jika penderita buang air besar dan kotorannya yang mengandung telur cacing pita termakan oleh sapi atau babi, maka telur itu akan tumbuh menjadi kista pada otot/daging hewan tersebut. Jika dagingnya dimakan anak tanpa dimasak hingga matang terlebih dulu, maka di dalam usus halusnya akan menetas larva yang kemudian menjadi cacing dewasa.

Bila terinfeksi cacing ini, umumnya gejala yang terlihat ringan saja, bahkan tanpa gejala. Biasanya berupa gangguan pencernaan. Namun, bisa juga terjadi gejala agak berat, seperti ayan (epilepsi) atau munculnya benjolan kecil sebesar kacang hijau yang jumlahnya lebih dari satu di kulit.

LANGKAH PENCEGAHAN

Tak sulit mencegah kecacingan pada anak. Inilah langkah-langkah yang diberikan Hingky untuk diterapkan pada anak-anak:

1. Mandikan anak setiap hari. Gunakan air bersih yang bebas dari larva cacing. Kalau perlu, gunakan sabun yang bisa membasmi larva cacing.

2. Jangan biarkan kuku anak memanjang. Guntinglah kuku anak secara teratur. Kuku bisa menjadi tempat mengendap kotoran yang mengandung telur atau larva cacing.

3. Biasakan anak untuk cuci tangan dengan sabun. Lakukan setiap kali setelah anak memegang benda-benda kotor atau sebelum makan.

4. Biasakan anak untuk selalu menggunakan sandal atau sepatu bila keluar rumah, terutama bila berjalan di tanah. Tanah, terutama yang lembab, merupakan tempat favorit cacing untuk berkembang biak.

5. Bila ingin makan sayuran mentah (lalapan) atau buah-buahan, cucilah dengan air bersih yang mengalir. Bila perlu gunakan sabun yang bisa digunakan untuk mencuci sayuran dan buah-buahan agar bersih dari hama.

6. Beri anak pengertian agar tidak memasukkan jarinya ke dalam mulut. Terangkan kepadanya akibat yang bisa terjadi.

7. Lakukan toilet training pada waktunya dan ajarkan cara menjaga kebersihan saat BAB dan BAK.

8. Pelihara kebersihan lingkungan, baik di dalam maupun halaman rumah.

Irfan Hasuki.

 
 
ASAL : Nakita MAJALAH
SUMBER :www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/

Tidak ada komentar: