Selasa, 09 Desember 2008

Efek Psikologis Penderita Obesitas

Oleh :

Khairudin

Obesitas adalah istilah yang sering digunakan untuk menyatakan adanya kelebihan berat badan. Kata obesitas berasal dari bahasa Latin yang berarti makan berlebihan, tetapi saat ini obesitas didefinisikan sebagai kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.

Obesitas pada remaja sampai saat ini masih merupakan masalah yang kompleks. Penyebabnya multifaktorial sehingga menyulitkan penatalaksanaannya. Obesitas mempunyai dampak terhadap perkembangan remaja terutama aspek perkembangan psikososial. Seorang remaja yang menderita obesitas sering terasing dalam pergaulan, merasa rendah diri, menarik diri dari pergaulan dan mengalami depresi. Selain itu obesitas pada masa remaja berisiko tinggi menjadi obesitas pada masa dewasa dan berpotensi mengalami pelbagai kesakitan dan kematian antara lain penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, dan lain-lain.

Obesitas saat ini sudah merupakan masalah global. Prevalensinya meningkat tidak saja di negara-negara maju tetapi juga di negara-negara berkembang. Perkembangan teknologi dengan penggunaan kendaraan bermotor dan berbagai media elektronika memberikan dampak berkurangnya aktivitas fisik yang akhirnya mengurangi keluaran energi.

Hasil survey Indeks Massa Tubuh (IMT) tahun 2006 di kota Kendari menemukan sebanyak 19,0% penduduk kota Kendari mengalami obesitas, terutama didaerah perkotaan angka prevalensi obesitas cenderung meningkat Hal ini diakibatkan meningkatnya status sosial ekonomi dan perubahan gaya hidup sebagian masyarakat. Beradasarkan hasil survei IMT tahun 1996/1997 didapat bahwa 8,1% laki-laki dan 10,5 % perempuan berumur lebih dari sama dengan 18 tahun mengalami gizi lebih, sedangkan 6,8% laki-laki dan 13,5% perempuan berumur lebih dari sama dengan 18 tahun mengalami obsitas. Berdasarkan penelitian di karawang didapat bahawa status gizi siswa SLTP favorit di pusat kota karawang 19,7% mengalami kegemukan.

Akumulasi lemak dalam tubuh merupakan hasil dari suatu keseimbangan positif antara sumber energi yang masuk dan energi yang dikeluarkan. Hal ini merupakan konsekuensi asupan yang berlebihan pengurangan pengeluaran atau keduanya. Secara umum lemak dalam tubuh adalah 20-27% dari jaringan tubuh untuk perempuan dan 15-22% pada laki laki.

Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer / games, nonton TV atau video dibanding melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas. Menonton tv berdampak pada kontrol berat badan karena menurunkan aktifias fisik dan mengurangi pembakaran lemak tubuh serta memakan makanan yang tidak bergizi, manis, seperti yang sering ditayangkan diiklan TV.

Bila ditinjau dan aspek psikologik, obesitas dapat merupakan suatu kondisi tersendiri yang antara lain merupakan gejala dari gangguan makan (misalnya bulimia nervosa), atau merupakan kondisi yang berkaitan dengan citra-diri dan harga-diri, yang mempunyai dasar psikodinamika tertentu. Pada makalah ini hanya akan dibahas mengenai obesitas sebagai gejala dari gangguan makan, isertai penanganannya secara garis besar.

Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak.

Etiologinya multifaktorial, baik faktor individual (biologik dan psikologik) maupun lingkungan. Bila faktor yang dapat merupakan etiologi yang berasal dari individu seperti gangguan endokrin, serta faktor organik lainnya ternyata tidak ditemukan, kondisi ini dapat merupakan konsekuensi seseorang yang tidak dapat mengendalikan keinginannya untuk makan. Bagi orang tersebut., makan dilakukan bukan untuk memenuhi kebutuhan untuk mengganti energi yang telah digunakan dan dikeluarkan pada aktivitas fi sik atau psikologik tertentu, melainkan karena memang ingin makan dan makan, yang tidak mampu dikendalikan olehnya.

Kondisi ingin makan dan makan itu termasuk dalam kelompok gangguan makan dalam PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia) maupun dalam DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental disorders). Gangguan makan tersebut, yang kondisi pasiennya biasanya tampak gemuk atau mengalami obesitas, terdiri atas binge-eating disorder dan bulimia nervosa.

Pada binge-eating disorder gejala yang ditemui yaitu seseorang makan pada suatu periode tertentu, dengan jumlah yang lebih banyak dan lebih cepat daripada kebanyakan orang, hingga ia merasa benar-benar sangat kenyang (uncomfortably full). Biasanya makan dilakukan tidak pada saat lapar, seorang diri karena malu makan dalam jumlah besar. Biasanya orang tersebut mengalami

depresi atau merasa bersalah setelah makan Bulimia adalah kecenderungan atau dorongan untuk makan banyak, berlebihan, mungkin disertai nafsu makan besar mungkin pula tidak Gejalanya serupa dengan binge eating disorder disertai perilaku mengeluarkan kembali makanan tersebut, baik dengan cara memuntahkan atau dengan menggunakan pencahar.

Bom Waktu Dalam Tubuh Penderita Obesitas

Oleh : Arief Darmawan

Kata obesitas berasal dari bahasa Latin: obesus, obedere, yang artinya gemuk atau kegemukan. Obesitas atau gemuk merupakan suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Pendapat lain mengatakan bahwa obesitas merupakan gangguan medik kronik yang tidak dapat disembuhkan dan hanya dapat diobati.

Obesitas (WHO) adalah suatu kondisi terjadi akumulasi lemak yang banyak dalam tubuh.12 Timbunan lemak yang banyak dalam tubuh akan dapat menimbulkan dampak buruk pada kesehatan dan kesejahteraan hidup berikutnya. Dislipidemi adalah kondisi yang mengikuti obesitas; terjadi gangguan metabolisme lipid yang ditandai dengan perubahan fraksi lipid plasma.

Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional yaitu perilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi.

Perubahan perilaku, gaya hidup, pola makan, dan factor peningkatan pendapatan serta peran orang tua mampu mempengaruhi perubahan dakam pemilihan jenis makanan dan jumlah yang akan dikonsumsi.

Berdasarkan penyebabnya obesitas dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu :

a. Obesitas primer

Suatu keadaan kegemukan pada seseorang yang terjadi tanpa terdeteksi penyakit secara jelas, tetapi semata – mata disebabkan oleh interaksi factor genetic dan lingkungan

b. Obesitas sekunder

Merupakan suatu bentuk obesitas yang jelas kaitannya atau timbulnys bersamaan sebagai bagian dari penyakit hormonal atau sindrom yang dapat dideteksi secara klinis.

Prosentase lemak tubuh pada anak dan remaja yang meningkat berhubungan dengan adanya peningkatan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular di kemudian hari; terjadi jika prosentase lemak tubuh lebih dari 30% pada anak wanita dan lebih dari 25% pada anak laki-laki. Pada penelitian terhadap 9617 anak usia 5-17 tahun oleh Bogalusa Heart Study didapatkan adanya korelasi obesitas yang sangat kuat dengan aterogenik dislipidemia (peningkatan kadar trigliserid dan HDL-kolesterol yang rendah).

Penanggulangan obesitas pada anak lebih sulit dibandingkan obesitas dewasa. Karena penyebab obesitas yang multifaktorial dan yang masih dalam tahap tumbuh dan kembang. Penurunan berat badan bukanlah tujuan yang utama dalam penanganan obesitas anak. Perubahan pola makan dan perilaku hidup sehat lebih diutamakan untuk mendapatkan hasil yang menetap.

Obesitas pada masa anak berisiko tinggi menjadi obesitas dimasa dewasa dan berpotensi mengalami penyakit metabolik dan penyakit degeneratif dikemudian hari. Profil lipid darah pada anak obesitas menyerupai profil lipid pada penyakit kardiovaskuler dan anak yang obesitas mempunyai risiko hipertensi lebih besar. Penelitian Syarif menemukan hipertensi pada 20 – 30% anak yang obesitas, terutama obesitas tipe abdominal. Dengan demikian obesitas pada anak memerlukan perhatian yang serius dan pananganan yang sedini mungkin, dengan melibatkan peran serta orang tua.

Perubahan fisiologis, metabolisme atau biokimia maupun psikologis dan sosiologis yang trejadi pada anak yang mengalami obesitas baik yang ringan sedang atau berat akan menjadi konsekuensi yang tidak mendapat perhatian sampai dengan komplikasi yang menyulitkan atau mempengaruhi kesehatan anak secara umum dan morbiditas yang membahayakan individu yang bersangkutan pada masa anak ataupun pada kehidupan selanjutnya. Walaupun hasil penelitian longitudinal menunjukan bahwa hanya 25% - 50% anak dengan obesitas atau paling banyak 74% menjadi dewasa dengan obesitas dan sebaliknya sekitar 30% - 64% adipositas relative pada seorang remaja dapat diramalkan dari pengukuran derajat adipositas pada saat antara umur 6-11 tahun tetapi mengingat morbiditas obesitas pada orang dewasa seringnya fatal maka hal ini perlu diperhatikan dan dijadikan motivasi bagi orang tua maupun para petugas kesehatan untuk melakukan deteksi dini, pencegahan maupun pengobatannya.

Konsekuensi Psikososial

Bagi remaja awal, khususnya perempuan, obesitas secara langsung akan mempengaruhi penampilan fisik mereka dan tidak dapat dipungkiri bahwa penampilan dapat mempengaruhi bagaimana individu memandang dirinya dan akhirnya akan mempengaruhi konsep dirinya. Konsep diri sendiri dapat didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai dirinya sendiri yang meliputi kualitas fisik, psikologis dan sosialnya, yang merupakan hasil dari pengalaman individu berinteraksi dengan lingkungan sekelilingnya.

Karena adanya perbedaan secara fisik dengan anak sebaya, anak dengan obesitas merupakan subjek terhadap stress psikologis terutama dari lingkungan sosialnya dirumah ataupun disekolah. Dengan demikian anak dengan obesitas ini akan menjadi target diskriminasi social secara dini. Kesulitan lain adalah dalam pemilihan pakaian maupun perlengkapan pribadi lain, begitupula secara psikologis orang tidak mengenal mereka dapat memperlakukan mereka sebagai lebih tua dari umur yang sebenarnya.

Konsekuensi Medis

a) Pertumbuhan

Anak berat badan lebih cenderung lebih tinggi mengalami proses maturasi lebih cepat dibandingkan dengan anak yang berat badannya normal. Maturasi ini dapat ditentukan dari umur tulang, kecepatan terjadinya tinggi maksimal dari umur menarche.

b) Penyakit Kardiovaskuler

Penelitian dari National Heart, Lung, and Blood Institute Amerika menunjukkan hasil adanya hubungan yang sangat erat antara penyakit kardiovaskuler dengan obesitas.

Framingham study selama 18 tahun pengamatan menunjukkan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor yang penting dalam kejadian penyakit kardiovaskuler, terutama kejadian hipertensi, hiperkolesterolemi, dan hipertrigliseridemia, apabila indeks Broca > 120%.

Faktor Risiko ini meliputi peningkatan: kadar insulin, trigliserida, LDL-kolesterol dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL- kolesterol. Risiko penyakit Kardiovaskuler di usia dewasa pada anak obesitas sebesar 1,7 - 2,6. IMT mempunyai hubungan yang kuat (r = 0,5) dengan kadar insulin. Anak dengan IMT > persentile ke 99, 40% diantaranya mempunyai kadar insulin tinggi, 15% mempunyai kadar HDL-kolesterol yang rendah dan 33% dengan kadar trigliserida tinggi. Anak obesitas cenderung mengalami peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, sekitar 20-30% menderita hipertensi.

Hiperlipidemia merupakan kelainan metabolisme lipida, terutama yang ditandai dengan meningkatnya kadar kolesterol atau trigliserida atau keduanya dalam darah dalam keadaan puasa. Apabila hasil laboratorium menunjukkan hiperlipidemia, secara tidak langsung ini menggambarkan juga terjadinya kenaikkan satu atau beberapa lipoprotein yang mengandung kolesterol atau trigliserida dalam darah, sehingga keadaan ini disebut juga sebagai hiperlipoproteinemia ( Sri Hartini, 1994 dalam Purwanto, 2003 ).

Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia pada akhir-akhir ini menjadi perhatian para eksekutif muda, karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyimpangan metabolisme lipid dan trigliserida dalam tubuh ini bertalian erat terjadinya keadaan atheroslerosis yang merupakan penyebab timbulnya penyakit kardiovaskuler.

c) Intoleransi Glukosa dan Diabetes Mellitus

Meskipun data tersedia mengenai frekuensi intoleransi glukosa pada anak dan remaja dengan obesitas, suatu observasi mengenai kasus diabetes mellitus di Amerika Serikat tahun 1996 menunjukan bahwa sepertiga dari kasus baru sedikit banyak merupakan efek peningkatan prevalensi obesitas pada remaja.

Angka kejadian obesitas dan Diabetes Melitus (DM) tipe 2 di Amerika dan negara-negara industri lainnya telah mencapai derajat epidemik. Kongres International Diabetes Federation (IDF) ke-8 tahun 2003, melaporkan bahwa pada abad ini, dunia akan mengalami pandemic diabetes. Prevalensi diabetes di dunia adalah 7,5%, sedangkan di Asia sekitar 13,2%. Pada pertemuan tersebut juga dilaporkan bahwa pada tahun 2010, prevalensi diabetes akan meningkat dengan pesat sehingga mencapai 221 juta penderita.

d) Obstruktive Sleep Apnea

Sering dijumpai pada anak obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala mengorok. Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak didaerah dinding dada dan perut yang mengganggu pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga terjadi penurunan volume dan perubahan pola ventilasi paru serta meningkatkan beban kerja otot pernafasan. Pada saat tidur terjadi penurunan tonus otot dinding dada yang disertai penurunan saturasi oksigen dan peningkatan kadar CO2, serta penurunan tonus otot yang mengatur pergerakan lidah yang menyebabkan lidah jatuh kearah dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi saluran nafas intermiten dan menyebabkan tidur gelisah, sehingga keesokan harinya anak cenderung mengantuk dan hipoventilasi. Gejala ini berkurang seiring dengan penurunan berat badan.

e) Komplikasi Ortopedik

Karena adanya keterbatasan kekuatan tulang dan kartilago pada seorang anak untuk dibebani kelebihan berat badan tertentu, maka berbagai komplikasi ortopedik misalnya hipertropi dan hiperplasi bagian medial metafisis tibia proximal dapat menyertai obesitas pada anak maupun remaja.

Pada anak obesitas cenderung berisiko mengalami gangguan ortopedik yang disebabkan kelebihan berat badan, yaitu tergelincirnya epifisis kaput femoris yang menimbulkan gejala nyeri panggul atau lutut dan terbatasnya gerakan panggul.