Senin, 08 September 2008

CACING BISA HABISKAN 720 JUTA RUPIAH PERBULAN!!

Sebagian besar penderita penyakit cacing ini tinggal di negara-negara beriklim tropis seperti Indonesia. Prevalensi penyakit infeksi cacing ini di Indonesia tergolong cukup tinggi, yaitu 70%-90% dan sebagian besar yang menjadi korban adalah anak-anak usia sekolah (5-21 tahun). Dimana golongan kelompok umur ini jumlahnya 30% dari penduduk Indonesia.

Di Jawa Tengah angka prevalensi infeksi cacing yang akurat belum diketahui, namun dari beberapa penelitian yang telah dilakukan mengindikasikan angka prevalensi infeksi cacing kurang lebih 80%. Penelitian yang dilakukan oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat dari Amerika, IRD (International Relief and Development) pada tahun 2004, terhadap 1805 murid anak Sekolah Dasar di Kab. Kebumen, menemukan bahwa 1491 (82,60%) murid terinfeksi cacing. Penelitian lain di Kab. Temanggung (2004) terhadap 84 murid SD/MI menemukan ternyata 73 orang murid (87%) positif terinfeksi cacing. Menurut kedua penelitian ini ada 3 jenis cacing yang dominan ditemukan dalam usus anak-anak sekolah tersebut, yaitu cacing gelang (Ascaris Lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing tambang (Necator Americanus, Ancylostoma Duodenale).

Setiap cacing tersebut memiliki ciri-ciri yang spesifik. Cacing gelang bisa mencapai panjang 15-35 cm, meskipun berada dalam perut manusia. Cacing ini juga mampu bertelur hingga 200.000 butir per hari, yang sebagian keluar bersama dengan tinja. Cacing cambuk sesuai dengan namanya bentuknya seperti cambuk panjangnya 4 cm hidupnya di usus besar (caecum dan colon ascendant), cacing tetap berada didalam usus dengan melekatkan bagian anterior (depan) tubuhnya pada mucosa (selaput lendir) usus. Cacing dewasa mengisap darah sekitar 0,005 ml/hari, umur cacing rata-rata 5 tahun dan cacing betina dewasa menghasillkan 2.000-14.000 telur per hari yang keluar bersama tinja di tanah. Bila kelembaban dan suhu tanah optimal maka 2-4 minggu telur menjadi matang. Cacaing tambang hidup diusus halus, mampu bertelur 9.000-10.000 per hari dan dapat menghisap darah manusia sebanyak 10 cc/hari.

Penyebaran penyakit cacing ini melalui kontak dengan tinja. Tinja yang mengandung banyak telur bisa terbawa angin, bahkan banjir, melalui kuman, bakteri, nyamuk, lalat yang menempel disetiap tempat seperti pada makanan, sayuran mentah, buah-buahan, air limbah rumah, debu dan lain-lain. Berbagai tempat dilingkungan akan tercemar dengan telur cacing bila keadaan sanitasi kurang memadai dimana masyarakat punya kebiasaan Buang Air Besar di sembarang tempat.

Tingginya prevalensi penyakit cacing ini seringkali belum dianggap sebagai suatu masalah kesehatan yang penting, padahal kerugian yang ditimbulkannya sangat besar. Dari sisi kesehatan, infeksi cacing menyebabkan kekurangan gizi (malnutrisi), anemia, pertumbuhan terhambat (anak tumbuh kecil/pendek dan kurus) serta gangguan kognitif anak (prestasi disekolah buruk). Akhirnya tentu akan mengakibatkan penurunan kualitas Sumber Daya Manusia.

Dari segi ekonomi, kerugian yang ditimbulkan juga luar biasa dan dapat dihitung berdasarkan data-data seperti berikut. Berdasarkan penelitian Litbang Depkes RI (1999), setiap 20 ekor cacing dewasa bisa menyedot 2,8 g karbohidrat dan 0,7 g protein dalam sehari. Ini berarti setiap seekor cacing dewasa memakan 0,14 gr karbohidrat dan 0,035 gr protein dari induk semangnya setiap hari. Padahal jumlah cacing yang menyebabkan infeksi dalam tubuh orang yang terinfeksi tidak hanya 1-2 ekor saja, jumlahnya bisa mencapai puluhan ekor bahkan ratusan ekor.

Jika seorang yang positif terinfeksi cacing terdapat 20 ekor cacing saja dalam tubuhnya dan angka prevalensi cacing di Jateng diperkirakan sekitar 80% (berdasarkan penelitian diatas), maka dapat dihitung kerugian dari sisi ekonomi (economic lost) akibat infeksi cacing di Jawa Tengah.

Jumlah anak sekolah dasar di Jawa Tengah tahun 2004 sebanyak 3.383.865 orang, jadi perkiraan murid yang terinfeksi 80% X 3.383.865 = 2.707.092 murid. Jumlah perkiraan cacing yang ada pada tubuh murid yang terinfeksi 20 X 2.707.092 = 54141840 ekor cacing. Dengan perkiraan 1 ekor cacing memakan 0,14 gr karbohidrat dan 0,0035 gr protein, maka satu hari kita kehilangan 7.579 Kg Karbohidrat (54.141.840 X 0.14 = 7579857,6 gr = 7.579 Kg) dan 189.496 gr protein (54.141.840 X 0,0035 = 189.496,44).

Sumber utama zat makanan karbohidrat sebagian besar masyarakat kita adalah dari beras, jadi berarti setiap hari kita kehilangan 7,5 ton beras. Jika harga beras kualitas menengah sebesar Rp 3.000 maka setiap hari cacing menghabiskan uang sebanyak Rp 22.737.000 dari kehilangan karbohidrat. Disamping itu dari kehilangan protein, jika diasumsikan sumber utama protein masyarakat adalah telur, maka kerugian yang ditimbulkan dengan perhitungan harga telur Rp 7.000/Kg adalah : Rp 1.326.500 (189,5 Kg X Rp 7.000). sehingga total perkiraan kehilangan dana sehari akibat infeksi cacing adalah Rp 24.063.500 (Rp 22.737.000 + Rp 1.320.500). Jika infeksi cacing terjadi selama satu bulan, berarti dana yang dihabiskan oleh cacing dalam sebulan sebanyak Rp 73.905.000!!! (24.063.500 X 30 hari = 73.905.000) seandainya infeksi kecacingan ini berlangsung selama setahun?? Bisa dibayangkan berapa dana yang terbuang sia-sia…

Dana yang jumlah banyak ini tidak perlu terbuang sia-sia jika penanggulangan kecacingan dilakukan dengan baik, yaitu melalui upaya pencegahan dan pengobatan terhadap siswa yang terinfeksi. Upaya pencegahan merupakan cara terbaik dan termurah yang dapat dilakukan, yaitu dengan peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terhadap anak sekolah melalui kegiatan program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Seperti budaya cuci tangan dengan sabun, memakai sepatu, menghindari bermain dengan tanah dan buang air besar di WC. Untuk perubahan perilaku dibutuhkan upaya terus menerus, dimulai dari pendidikan kesehatan melalui UKS di TK s.d SMA. Sehingga akibat buruk penyakit cacing terhadap kesehatan dan kerugian dari sisi ekonomi yang sangat besar dapat diatasi.

Keyword : cacing, cacingan, uks, usaha kesehatan sekolah, ascaris, lumbricoides, trichuris, necator, americanus, ancylostoma, duodenale, cacing gelang, cacing cambuk, cacing tambang, ird, usia sekolah, sumber daya manusia, sdm, gizi, malnutrisi, anemia, phbs, perilaku hidup bersih dan sehat.

Sumber : Media Informasi Kesehatan Vol. 1, No. 8, Juli 2005

Tidak ada komentar: